Para siswa
Madrasah Aliyah Negeri 2 Medan menyelenggarakan “Weekend Spiritual” di Pondok
Pesantren Hidayatullah Medan- Tanjung Morawa. Kegiatan ini di ikuti oleh 100
siswa Putra Putri selama 3 hari , tgl. 4 – 6 Januari 2013. Tujuan kegiatan
adalah mengenalkan peserta pada dunia pesantren serta pembekalan nilai-nilai
agama melalui kajian Islam yang disampaikan secara fun di alam terbuka
diselingi games dan outbond di kampus asri Pondok Pesantren Hidayatullah Medan
Tanjung Morawa.
===============================================
Pembinaan mental
seseorang dimulai sejak ia kecil. Semua pengalaman yang dilalui baik yang
disadari atau tidak, ikut mempengaruhi dan menjadi unsur-unsur yang bergabung
dalam kepribadian seseorang. Diantara unsur-unsur terpenting tersebut yang akan
menentukan corak kepribadian seseorang dikemudian hari ialah nilai-nilai yang
diambil dari lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Nilai-nilai yang
dimaksud adalah nilai-nilai agama, moral dan sosial. Apabila dalam pengalaman
waktu kecil itu banyak didapat nilai-nilai agama, maka kepribadiannya akan
mempunyai unsur-unsur yang baik. Demikian sebaliknya, jika nilai-nilai yang
diterimanya itu jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh pula
dari agama dan relatif mudah goncang. Karena nilai-nilai positif yang tetap dan
tidak berubah-ubah sepanjang zaman adalah nilai-nilai agama, sedang nilai-nilai
sosial dan moral yang didasarkan pada selain agama akan sering mengalami
perubahan, sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karena itulah
maka mental (kepribadian) yang hanya terbina dari nilai-nilai sosial dan moral
yang mungkin berubah dan goyah itu, akan membawa kepada kegoncangan jiwa
apabila tidak diimbangi dengan nilai keagamaan.
Anselm von Feurbach, seorang ahli hukum terkenal
pernah mengatakan: “Agama dalam bentuk apapun dia muncul tetap merupakan
kebutuhan ideal umat manusia.” Masa remaja adalah usia transisi dari masa
kanak-kanak menuju masa kematangan dewasa. Kematangan dewasa secara psikologis
adalah keberhasilan seseorang dalam mencapai a sense of responsibility
serta dalam memiliki filsafat hidup yang mantap. Salah satu materi yang pokok
sebagai pengisi filsafat hidup adalah agama.
Agama bagi remaja memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk penenang
jiwa. Pada masa adolesen (antara 13-21 tahun) seorang individu sedang
mengalami masa kegoncangan jiwa. Dalam periode ini mereka digelisahkan oleh
perasaan-perasaan yang ingin melawan dan menentang orang tua, Kadang-kadang
merasa mulai muncul dorongan seks yang sebelumnya belum pernah mereka rasakan.
Disamping itu mereka sering gelisah karena takut gagal, merasa kurang serasi
dalam pertumbuhan dan sebagainya. Segala macam gelombang itu akan menyebabkan
mereka menderita dan kebingungan. Dalam keadaan seperti itu agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan merupakan penolong yang sangat ampuh untuk mengembalikan
ketenangan dan keseimbangan jiwanya.
Diantara faktor-faktor
yang menambah besarnya kebutuhan remaja pada agama adalah perasaan berdosa yang
sering terjadi pada masa ini. Seperti keadaan tidak berdaya dalam menghadapi
dorongan atau hasrat seksuil, konflik dengan orang tua yang dianggap terlalu
mencampuri kehidupan pribadinya, keinginan kuat untuk mandiri namun ketika
dihadapkan pada kenyataan dan kesulitan hidup yang merupakan konsekuensi logis
dari keinginan mandiri tersebut si remaja menjadi goyah dan setumpuk masalah
lain termasuk masalah pergaulan sesama remaja serta upaya adaptasinya secara
lebih mempribadi dengan lingkungan sekitar. Semua itu baik secara langsung
maupun tidak langsung akan me’maksa’ remaja untuk mencari bantuan diluar
dirinya berupa suatu kekuatan yang diyakini mampu menolong dirinya manakala ia
tidak sanggup lagi bertahan. Untuk itu ia akan memerlukan kepercayaan yang
sungguh-sungguh kepada Tuhan, sehingga bantuan luar yang diharapkannya tidak
menyesatkan dan menggoyahkan pertumbuhan mentalnya.Jika sedari kecil si remaja yang goncang itu tidak pernah menerima didikan
agama maka boleh jadi ia akan mencari pegangan dengan datang ke dukun-dukun
atau yang lebih bahaya membiarkan dan menjerumuskan dirinya sendiri dalam
lingkaran pergaulan yang tidak sehat. Kenakalan-kenakalan remaja yang mengejala
belakangan ini merupakan contoh konkret dari fenomena remaja yang kehilangan
pegangan hidup.
Akhirnya dapat kita tegaskan bahwa agama dan
keyakinan yang sungguh-sungguh kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah kebutuhan jiwa
yang pokok, yang dapat memberikan bantuan bagi remaja dalam upaya membebaskan
dirinya dari gejolak jiwa yang sedang menghebat dan menolongnya dalam
menghadapi dorongan-dorongan seksuil yang baru saja tumbuh. Remaja sebenarnya
takut akan siksaan batin dan konflik jiwa yang kurang jelas sebab musababnya
itu. Pertanyaan berikutnya yang penting untuk dibicarakan disini adalah
bagaimana upaya dan peran pendidikan Agama di sekolah untuk memperkenalkan
agama dan menanamkan rasa keberagamaan yang tepat serta yang dapat diterima
oleh nalar dan nurani remaja itu sendiri?